SEMIOTIKA OLEH KURNIA SETIAWAN


Pada pertemuan ketiga mata kuliah kapita selekta membahas tentang semiotika yang dibimbing oleh Kurnia Setiawan, S.Sn., M.Hum.

Semiotika berarti ilmu analisis tanda atau studi tentang bagaimana sistem penandaan berfungsi. Semiotika merupakan ilmu yang mempelajari sistem tanda seperti bahasa, sinyal, kode. Tanda-tanda adalah basis dari seluruh komunikasi. Tanda ataupun simbol sebagai bagian dari sistem kode yang digunakan untuk mengkomunikasikan informasi. Manusia dengan perantaraan tanda – tanda, dapat melakukan komunikasi dengan sesamanya.

Beberapa Tokoh Yang Menjadi Pengagas Semiotika :
1.    St Agustinus (354-430)
Di abad pertengahan dikembangkan ilmu tanda oleh St. Agustinus (354-430), dia mengangkat soal tanda menjadi objek pemikiran filosofis dan dibatasi pada bagaimana kata fisik berhubungan dengan “kata mental”. OMG (Oh my God!) apa yang membuat saya menyebut kata “God”?
2.    William of Ockham, OFM (1285 – 1349)                  
Mempertajam studi tanda. Tanda dikategorikan berdasarkan sifatnya. Apakah ia di alam mental dan bersifat pribadi, ataukah diucapkan atau ditulis untuk publik.

SEMIOLOGY / SEMIOTIKA
Ferdinand De Saussure (1857-1913)
Ferdinand de Saussure yang berasal dari Swiss awalnya merupakan seorang pengajar di bidang Sansekerta dan linguistik sejarah. Ia mengkaji linguistic secara sinkronik buka diakronik. Kajian Ferdinand de Saussure (Bapak linguistik modern 1857-1913) tentang tanda bahwa tanda-tanda disusun dari dua (2) elemen, yaitu:
         aspek citra tentang bunyi dan
         sebuah konsep di mana citra bunyi disandarkan.
Ia mendefinisikan tanda linguistik sebagai entitas dua sisi.
         Sisi pertama disebutnya sebagai penanda (signifier)
         Sisi kedua disebutnya sebagai petanda (signified)

        Penanda (signifier) adalah aspek material dari sebuah tanda, atau aspek citra tentang bunyi (semacam kata atau representasi visual). Contoh: orang menyebut “anjing” (a/n/j/i/n/dan/g), apa yang didengar bukanlah anjing yang sesungguhnya, melainkan sebuah konsep tentang “keanjingan”, yaitu: berkaki empat, menggonggong, suka makan tulang, gigi yang tajam.
         Petanda (signified)adalah sebuah konsep di mana citra bunyi disandarkan. Contoh: konsep anjing yang sesungguhnya bisa saja berupa jenis buldog, spaniel, pudel dan lain-lain 
Kajian Saussure tentang tanda linguistik bersifat arbitrer, maksudnya konsep tentang anjing tidak harus selalu dibangkitkan oleh penanda dalam bunyi a/n/j/i/n/g, tapi bisa pula dengan d/o/g (Inggris) atau h/u/n/d (Jerman) atau c/h/i/e/n (Perancis).
Suatu penanda tanpa petanda tidak berarti apa-apa dan karena itu tidak merupakan tanda. Sebaliknya, suatu petanda tidak mungkin disampaikan atau ditangkap lepas dari penanda; petanda atau yang dtandakan itu termasuk tanda sendiri dan dengan demikian merupakan suatu faktor linguistik. “Penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari sehelai kertas,” kata Saussure.
Louis Hjelmslev, seorang penganut Saussurean berpandangan bahwa sebuah tanda tidak hanya mengandung hubungan internal antara aspek material (penanda) dan konsep mental (petanda), namun juga mengandung hubungan antara dirinya dan sebuah sistem yang lebih luas di luar dirinya. Bagi Hjelmslev, sebuah tanda lebih merupakan self-reflective dalam artian bahwa sebuah penanda dan sebuah petanda masing-masing harus secara berturut-turut menjadi kemampuan dari ekspresi dan persepsi. Louis Hjelmslev dikenal dengan teori metasemiotik (scientific semiotics). Sama halnya dengan Hjelmslev, Roland Barthes pun merupakan pengikut Saussurean yang berpandangan bahwa sebuah sistem tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu. 
Roland Barthes (1915-1980) 
Salah seorang sarjana yang secara konservatif menjabarkan teori De de Saussure ialah Roland Barthes (1915-1980). Ia menerapkan model De de Saussure dalam penelitiannya tentang karya-karya sastra dan gejala-gejala kebudayaan, seperti mode pakaian. Bagi Barthes komponen-komponen tanda penanda - petanda terdapat juga pada tanda -tanda bukan bahasa antara lain terdapat pada bentuk mite yakni keseluruhan si stem citra dan kepercayaan yang dibentuk masyarakat untuk mempertahankan dan menonjolkan identitasnya. Ia berpandangan bahwa sebuah system tanda yang mencerminkan asumsi-asumsi dari suatu masyarakat tertentu dalam waktu tertentu.
Selanjutnya Barthes (1957 dalam de Saussure) menggunakan teori significant-signifie yang dikembangkan menjadi teori tentang metabahasa dan konotasi. Istilah signifiant menjadi ekspresi (E) dan signifie menjadi isi (C). Namun Barthes mengatakan bahwa antara E dan C harus ada relasi (R) tertentu, sehingga membentuk tanda ( sign, Sn). Konsep relasi ini membuat teori tentang tanda lebih mungkin berkembang karena relasi ditetapkan oleh pemakai tanda. Menurut Barthes, ekspresi dapat berkembang dan membentuk tanda baru, sehingga ada lebih dari satu dengan isi yang sama. Pengem-bangan ini disebut sebagai gejala meta -bahasa dan membentuk apa yang disebut kesinoniman (synonymy). Setiap tanda selalu memperoleh pe -maknaan awal yang dikenal dengan dengan istilah denotasi dan oleh Barthes disebut sistem primer. Kemudian pengembangan -nya disebut sistem sekunder. Sistem sekunder ke arah ekspresi dise but metabahasa.  Sistem sekunder ke arah isi disebut konotasi yaitu pengembangan isi sebuah ekspresi. Konsep konotasi ini tentunya didasari tidak hanya oleh paham kognisi, melainkan juga oleh paham pragmatik yakni pemakai tanda dan situasi pemahamannya. Dalam kaitan dengan pemakai tanda, kita juga dapat memasukkan perasaan sebagai (aspek emotif) sebagai salah satu faktor yang membentuk konotasi. Model Barthes demikian juga model De de Saussure tidak hanya diterapkan pada analisis bahasa sebagai salah satu aspek kebudayaan, tetapi juga dapat digunakan untuk menganalisis unsur -unsur kebu-dayaan.
Semiotik yang dikembangkan Barthes juga disebut dengan semiotika konotatif. Terapannya juga pada karya sastra tidak sekadar membatasi diri pada analisis secara semios is, tetapi juga menerapkan pendekatan konotatif pada berbagai gejala kemasyarakatan. Di dalam karya sastra ia mencari arti ’kedua’ yang tersembunyi dari gejala struktur tertentu (van Zoest, 1993).


                  Umberto Eco (1932- ____ )
Seorang Sejarahwan, filsuf dan novelis berkebangsaan Italia. Ia lebih menekankan manipulasi tanda dalam studi mengenai semiotika. Menurutnya tanda dapat digunakan untuk menyatakan kebenaran juga kebohongan.

1 komentar:

  Unknown

19 Juli 2017 pukul 06.09

Ini daftar pustaka nya mana ya ? Kok gak ada ?